Thursday, September 19, 2013

Meningokel, Hidrocephalus, VSD, ASD, dan Omfalokel


MENINGOKEL PADA BBL
Meningokel
Definisi
Meningokel atau ensephalokel merupakan kelainan bawaan dimana terjadi pemburutan selaput otak dan isi kepala keluar melalui lubang pada tengkorak atau tulang belakang. Angka kejadiannya adalah 3 di antara 1000 kelahiran.
Etiologi
Penyebab terjadinya meningokel dan ensephalokel adalah karena adanya defek pada penutupan spina bifida yang berhubungan dengan pertumbuhan yang tidak normal dari korda spinalis atau penutupnya, biasanya terletak di garis tengah.
Risiko melahirkan anak dengan spina bifida berhubungan erat dengan kekurangan asam folat, terutama yang terjadi pada awal kehamilan.
Penonjolan dari korda spinalis dan meningens menyebabkan kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf, sehingga terjadi penurunan atau gangguan fungsi pada bagian tubuh yang dipersarafi oleh saraf tersebut atau dibagian bawahnya.
Gejala
Gejalanya tergantung kepada beratnya kerusakan pada korda spinalis dan akar saraf yang terkena.
Terdapat tiga jenis spina bifida, yaitu :
1.       Spina bifida okulta, merupakan spina bifida yang paling ringan. Satu atau beberapa vertebra tidak terbentuk secara normal, tetapi korda spinalis dan selaputnya (meningens) tidak menonjol.
2.      Meningokel, yaitu meningens menonjol melalui vertebra yang tidak utuh dan teraba sebagai suatu benjolan berisi cairan di bawah kulit.
3.      Mielokel, merupakan jenis spina bifida yang paling berat, dimana korda spinalis menonjol dan kulit di atasnya tampak kasar dan merah.
Gejala dari spina bifida umumnya berupa penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir, jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya, kelumpuahn/kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki, penurunan sensasi, inkontinensia uri (besar) maupun inkontinensia tinja, korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis). Gejala pada spina bifida okulta, adalah seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang), lekukan pada daerah sakrum.
Diagnosis
Diagnosis spina bifida, termasuk meningokel ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Pada trimester pertama, wanita hamil menjalani pemeriksaan darah yang disebut triple screen. Tes ini merupakan tes penyaringan untuk spina bifida, sindrom down, dan kelainan bawaan lainnya.
Pengobatan
Pembedahan dilakukan untuk menutup lubang yang terbentuk dan untuk mengobati hidrosefalus, kelainan ginjal dan kandung kemih serta kelainan bentuk fisik yang sering menyertai spina bifida.
Terapi fisik dilakukan agar pergerakan sendi tetap terjaga dan untuk memperkuat fungsi otot. Untuk mengobati atau mencegah meningitis, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya, diberikan antibiotik. Untuk membantu memperlancar aliran air kemih bisa dilakukan penekanan lembutdiatas kandung kemih. Pada kasus yang berat kadang harus dilakukan pemasangan kateter. Diet kaya serat dan program pelatihan buang air besar bisa membantu memperbaiki fungsi saluran pencernaan.
Untuk mengatasi gejala muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh) perlu campur tangan dari ortopedi (bedah tulang) maupun terapi fisik. Kelainan saraf lainnya diobati sesuai dengan jenis dan luasnya gangguan fungsi yang terjadi.
Pencegahan
Risiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat. Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.
Penatalaksanaan
1.       Sebelum dioperasi, bayi dimasukkan ke dalam inkubator dengan kondisi tanpa baju.
2.      Bayi dalam posisi telungkup atau tidur jika kantongnya besar untuk mencegah infeksi.
Berkolaborasi dengan dokter anak, ahli bedah, ahli ortopedi, dan ahli urologi, terutama untuk tindakan pembedahan, dengan sebelumnya melakukan informed consent dan informed choice pada keluarga.
HIDROCEPHALUS


I. Pengertian.

Hidrocephalus adalah sebuah kondisi yang disebabkan oleh produksi yang tidak seimbang dan penyerapan dari cairan cerebrospinal (CSF) di dalam sistem Ventricular. Ketika produksi CSF lebih besar dari penyerapan, cairan cerebrospinal mengakumulasi di dalam sistem Ventricular.

II. Penyebab.

Penyebab dari hidrosefalus adalah :

· Kelaianan bawahan( Konginetal )

· Infeksi

· Neoplasma

· Perdarahan.

III. Macam-macam hidrosefalus

· Hidrosefalus Non Komunikan ( Tipe tak berhubungan ):

Terjadinya obstruksi pada aliran cairan serebro spinal.

· Hidrosefalus Komunikan( Tipe berhubungan ) :

Kegagalan absobsi cairan serebro spinal.


IV. Patofisiologi.

·

Penyumbatan aliran CCS dalam sisstem ventrikel dan tempat absobsi
dalam rongga subaracnoid dilatasi ruangan CSS diatasnya ( Foramen Monroi, foramen luschka dan magendie, sisterna magna dan sisterna basalis) pembentukan CSS yang berlebihan dan kecepatan absorsi yang normal Hidrosefalus.

I. Pengkajian.

A. Anamnesa.

1. Insiden : kelaliran denga hidrosefalus terjadi pada 5,8 bayi dai 10.000 kelahiran hidup

· Hidrosefalus dengan spinabifida terdapat kira-kira 3-4 bayi dari 1000 kelahiran hidup

· Type hidrosefalus obstruksi terdapat 99 % kasus pada anak-anak.

2. Riwayat kesehatan masa lalu:

· Terutama adanya riwayat luka / trauma dikepala atau infeksi di sebral

3. Riwayat kahamilan dan persalinan :

· Kelahiran yang prematur

· Neonatal meningitis

· Perdarahan subaracnoid

· Infeksi intra uterin

· Perdarahan perinatal,trauma/cidera persalinan.

B. Pemeriksaan Fisik

· Biasanya adanya myelomeningocele, penguran lingkar kepala (Occipitifrontal)

· Pada hidrosefalus didapatkan :

v Tanda – tanda awal :

o Mata juling

o Sakit kepala

o Lekas marah

o Lesu

o Menangis jika digendong dan diam bila berbaring

o Mual dan muntah yang proyektil

o Melihat kembar

o Ataksia

o Perkembangan yang berlangsung lambat

o Pupil oedema

o Respon pupil terhadap cahaya lambat dan tidak sama

o Biasanya diikuti : perubahan tingkat kesadaran, opistotonus dan spastik pada ekstremitas bawah

o Kesulitan dalam pemberian makanan dan menelan

o Gangguan cardio pulmoner

v Tanda-tanda selanjutnya :

o Nyeri kepala kepala diikuti dengan muntah-muntah

o Pupil oedema

o Strabismus

o Peningkatan tekanan darah

o Heart lambat

o Gangguan respirasi

o Kejang

o Letargi

o Muntah

o Tanda-tanda ekstrapiramidal/ ataksia

o Lekas marah

o Lesu

o Apatis

o Kebingungan

o Sering kali inkoheren

o Kebutaaan

C. Pemeriksaan Penunjang.

§ Skan temograsfi komputer ( CT-Scan) mempertegas adanya dilatasi ventrikel dan membantui dalam memgidentifikasi kemungkinan penyebabnya( Neoplasma, kista,malformasi konginetal atau perdarahan intra kranial )

§ Fungsi ventrikel kadang digunakan untiuk menukur tekanan intra kranial menghilangkan cairan serebrospinal untuk kultur (aturan ditentukan untuk pengulangan pengaliran).

§ EEG : untuk mengetahui kelainan genetik atau metabolik

§ Transluminasi : Untuk mengetahui apakah adanya kelainan dalam kepala

§ MRI : ( Magnetik resonance imaging ) : memberi informasi mengenai stuktur otak tanpa kena radiasi


C. Penatalaksanaan Medis.

Pasang parau untuk mengeluarkjan kelebihan CSS dari ventrikel lateral kebagian ekstrakranial ( biasanya peritonium untuk bayi dan anak-anak atau atrium pada remaja ) dimana hal tersebut dapat direabsorbsi



Diagnosa keperawatan, Intervensi dan rasional.

No.     
Diagnosa Keperawatan    
Tujuan /kriteria hasil
Intervensi      
Rasional

1.
2.
3.        
Potensial terhadap perubahan integritas kulit kepala b/d ketidakmampuan bayi dalam mengerakan kepala akibata peningkatan ukuran dan berat kepala
Perubahan fungsi keluarga b/d situasi krisis ( anak dalam catat fisik ) 
Resiko tinggi terjadi cidera b/d peningkatan tekanan intra kranial            
Tidak terjadi gangguan integritas kulit dengan kriteria :
Kulit utuh, bersih dan kering. 
Keluarga menerima keadaan anaknya, mampu menjelaskan keadaan penderita dengan kriteria :

- Keluarga berpartisipasi dalam merawat anaknya dan secra verbal keluarga dapat mengerti tentang penyakit anaknya.

Tidak terjadi peningkatan TIK dengan kriteria :

- Tanda vital norma, pola nafas efektif, reflek cahaya positif,tidak tejadi gangguan kesadaran, tidak muntah dan tidak kejang. Kaji kulit kepala setiap 2 jam dan monitor terhadap area yang tertekan
Ubah posisi tiap 2 jam dapat dipertimbangkan untuk mengubaha kepala tiap jam.
Hindari tidak adanya linen pada temap[t tidur
Baringkan kepala pada bantal karet busa atau menggunakan tempat tidur air jika mungkin.
Berikan nutrisi sesuai kebutuhan.


Jelaskan secara rinci tentang kondisi penderita, prosedur, terapi dan prognosanya.
Ulangi penjelasan tersebut bila perlu dengan contoh bila keluarga belum mengerti
Klarifikasi kesalahan asumsi dan misskonsepsi
Berikan kesempatan keluarga untuk bertanya.
Observasi ketat tanda-tanda peningkatan TIK
Tentukan skala coma



Hindari pemasangan infus dikepala
Hindari sedasi



Jangan sekali-kali memijat atau memopa shunt untuk memeriksa fungsinya




Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan TIK         Untuk memantau keadaan integumen kulit secara dini.



Untuk meningkatkan sirkulasi kulit.





Linen dapat menyerap keringat sehingga kulit tetap kering
Untuk mengurangi tekanan yang menyebabkan stess mekanik.




Jaringan akan mudah nekrosis bila kalori dan protein kurang.

Pengetahuan dapat mempersiapkan keluarga dalam merawat penderita.


Keluarga dapat menerima seluruh informasi agar tidak menimbulkan salah persepsi


Untuk menghindari salah persepsi

Keluarga dapat mengemukakan perasaannya.


Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK


Penurunan keasadaran menandakakan adanya peningkatan TIK
Mencegah terjadi infeksi sistemik

Karena tingkat kesadaran merupakan indikator peningkatan TIK
Dapat mengakibatan sumbatan sehingga terjdi nyeri kepala karena peningkatan CSS atau obtruksi pada ujung kateter diperitonial
Keluarga dapat berpatisipasi dalam perawatan anak dengan hidrosefalus.






Asuhan Keperawatan Anak J E dengan Hidrosephalus

Di IRD Lt. I RSUD Dr. Soetomo Surabaya

Tanggal 9 April 2002


Pengkajian.

A. Identitas. Penanggung jawab

Nama : Anak J E Nama : J H

Umur : 4 tahun Umur : 40 th

Suku bangsa : Jawa / Indonesia Suku bangsa : sda

Agama : Islam Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta Pendidikan : SMA

Alamat : Genangan Bandungan Surabaya sda


B. Riwayat Penyakit.

Riwayat penyakit sebelumnya:

Menurut pengakuan orang tua sejak 4 bulan yang lalu anaknya pernah panas kemudian disertai mual dan kejang-kejang serta terlihat kepala anaknya mulai membesar kemudian oleh keluarga anaknya diantar ke wat di RSUD Madiun kemudian dirawat selama 7 hari dan pulang paksa dalam keadaan tidak sadar.

C. Riwayat penyakit sekarang.

Pasien datang diantar oleh orang tuanya ke RSUD Dr. Soetomo Surabaya tanggal 9 April 2002 Jam 09.00 WIB dalam keadaan tidak sadar ( apatis ) ,muntah tidak proyektil, suhu tubuh meningkat dari normal ( 38 C ), keadaan umum lemah, paralisa.

D. Pemeriksaan fisik per sistem tubuh.

1. Sistem Pernafasan.

Pada pengkajian sistem pernafasan tidak ditemukan adanya kelainan baik saat inspirasi maupun ekspirsi.

2. Sistem kardiovaskuler

Tidak ditemukan adanya kelainan

3. Sistem persarafan.

1) Diagnosa keperawatan :

Resiko tinggi injuri berhubungan dengan peningkatan tekanan intra kranial

o Data obyektif : Tidak sadar, panas( 38 C), muntah tanpa proyektil, strabismus. serta gelisah,paralisa.

o Data Subyektif : Orangnya mengatakan anaknya tidak sadar ,muntah tubuhnya panas.

2) Rencana tindakan.

Tujuan :

Tidak terjadi peningkatan tekanan intra kranial dengan kriteria :

Tidak menunjukkan adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial ( mual, muntah, kejang, gelisah ).

3) Tindakan keperawatan :

· Observasi ketat tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial.

Rasional :

Untuk mengetahui secara dini peningkatan TIK

· Tentukan skala tingkat kesadaran

Rasional :

Menurunnya kesadaran menunjukkan adanya tanda-tanda adanya peningkatan TIK.

· Ajari keluarga mengenai tanda-tanda peningkatan tekanan intra kranial

Rasional :

Keluarga dapat berpartisipasi dalam perawatan anaknya.

· Kolaborasi

Rasional :

Dapat mencegah atau mempercepat proses penyebuhan penyakit.

4) Evaluasi

S : Orang tua mengatakan anaknya belum sadar

O : kesadaran apatis, tidak ada mual dan muntah,tidak gelisah

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan sesuai rencana


Diagnosa keperawatan no.2

Resiko terhadap perubahan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan kerusakan kemampuan untuk mencapai tugas perkembangan

Data obyektif: Peningkatan ukuran lingkar kepala yang abnormal,paralisa,bedres total.

Data subyektif: Orang tua mengatakan anaknya tidak dapat melakukan aktivitas seperti anak normal lainnya.

Tujuan :

Tidak terjadi gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada anak.

Tindakan keperawatan:

· Observasi tanda dan gejala gangguan perkembangan secara dini

Rasional :

Akan mengetahui secara dini kelainan atau penyimpangan dari keadaan normal.

· Kolaborasi untuk tindakan pembedahan

Membantu mempercepatan proses penyembuhan.

Evaluasi :

S : Orang mengatakan anaknya tidak dapat beraktifitas seperti biasa

O : Anak dalam keadaan bedres total, kepala membesar.

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan sesuai rencana( persiapan tindakan operasi )

4. Sistem Perkemihan.

Tidak ditemukan adanya masalah atau kelainan,namun dalam keadaan sekarang pasien dalam keadaan apatis sehingga kebiasaan BAK dan BAB tidak dapat terkontrol.

Diagnosa keperawatan :

Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan kerusakan neuromuskular

Data obyektif : Pasien BAB dan BAK diatas tempat tidur, Paralisa

Data Subyektif: Orang mengatakan anaknya tidak dapat bangun dari tempat tidurnya.

Tujuan :

Perubahan gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.


Tindakan keperawatan :

· Kaji kemampuan dan tingkat kekurangan untuk melakukan kebutuhan sehari-hari

Rasional

Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara individual.

· Identifikasikasi kebiasaan BAB dan BAK sebelumnya

Rasional :

Mengkaji perkembangan program latihan.

· Libatkan keluarga dalam perawatan

Rasional :

Keluarga memahami tentang pentingnya pemenuhan BAB dan Bak dalam perawatan.

Evaluasi :

S : Orang mengatakan anaknya BAK dan BAB selalu dibantu

O : Pasien dalam keadaan bedres total

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan sesuai rencana.

5) Sistem Pencernaan.

Diagnosa keperawatan

Resiko terhadap kekurangan volume cairan yang berhubungan muntah sekunder akibat peningkatan TIK

Data Obyektif: Pasien muntah, kesadaran apatis,terpasang infus RL 16 x/menit, bibir tampak kering.

Data subyektif: Orang mengatakan anaknya tidak mau minum sejak 2hari yang lalu.

Tujuan :

Tidak terjadi kekurangan volume cairan dalam tubuh dengan kriteria :

Pasien tidak haus, mau minum, bibir tidak kering.

Tindakan keperawatan:

· Observasi ketat intake dan output

Rasional :

Menentukan data dasar dari pada cairan tubuh.

· Kolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium

Rasional :

Mengkaji hidrasi dan keefektifan / kebutuhan intervensi

· Berikan cairan infus sesuai pesanan

Rasional

Mempertahan volume sirkulasi cairan dalam tubuh


Evaluasi

S : Orang mengatakan anaknya muntah-muntah sejak jam 05.00 tanggal 9-4-2002

O : Pasien terpasang infus RL 16 x/menit makro, panas ( 38 C), bibir tampak kering

A : Masalah teratasi

P : Dilanjutkan sesuai rencana



Daftar Pustaka


Whaley and Wong ( 1995 ), Nursing Care of infants and children, St.Louis : Mosby year Book


Doenges M.E, ( 1999), Rencana Asuhan keperawtan : pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, EGC, Jakarta


Lynda Juall Carpenito, ( 2000) Buku Saku : Diagnosa Keperawatan, Ed.8, EGC, Jakarta


Soetomenggolo,T.S . Imael .S , ( 1999 ), Neorologi anak, Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta


Halminto,MP, ( 1995 ), Dasar- dasar keperawatan maternitas, Ed. VI, EGC, Jakarta
ASUHAN KEPERAWATAN VENTRICULAR SEPTAL DEFECT
A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian

VSD adalah suatu keadaan abnormal yaitu adanya pembukaan antara ventrikel kiri dan ventrikel kanan.(Rita &Suriadi, 2001).
VSD adalah adanya hubungan (lubang) abnormal pada sekat yang memisahkan ventrikel kanan dan ventrikel kiri. (Heni dkk, 2001).
VSD adalah kelainan jantung berupa tidak sempurnanya penutupan dinding pemisah antara kedua ventrikel sehingga darah dari ventrikel kiri ke kanan, dan sebaliknya. Umumnya congenital dan merupakan kelainan jantung bawaan yang paling umum ditemukan (Junadi, 1982)
Jadi VSD merupakan kelainan jantung bawaan (kongenital) berupa terdapatnya lubang pada septum interventrikuler yang menyebabkan adanya hubungan aliran darah antara ventrikel kanan dan kiri

2. Penyebab

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian penyakit jantung bawaan (PJB) yaitu :
1        Faktor prenatal (faktor eksogen)
Ø  Ibu menderita penyakit infeksi : Rubela
Ø  Ibu alkoholisme
Ø  Umur ibu lebih dari 40 tahun
Ø  Ibu menderita penyakit DM yang memerlukan insulin
Ø  Ibu meminum obat-obatan penenang
2                                Faktor genetic (faktor endogen)
Ø  Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
Ø  Ayah/ibu menderita PJB
Ø  Kelainan kromosom misalnya sindrom down
Ø  Lahir dengan kelainan bawaan yang lain

Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot.

3. Patofisiologi

Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek ini bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.      Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningklatkan aliran darah kaya oksigen melalui defek tersebut ke ventrikel kanan.
2.      Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah, dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
3.      Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan piarau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan sianosis.
Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner. Jika anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung kronik atau anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan adanya pirau yang hebat diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah kira-kira 3% dan usia ideal untuk pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun.




4. Tanda dan Gejala

Ø   Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gajala. Bising pada VSD tipe ini bukan pansistolik,tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
Ø   Pada VSD sedang: biasanta juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya kadang-kadang penderita mengeluh lekas lelah., sering mendapat infeksi pada paru sehingga sering menderita batuk.
Ø   Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan, penderita menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat. Kadang-kadang anak kelihatan sedikit sianosis
Ø   gejala-gejala pada anak yang menderitanya, yaitu; nafas cepat, berkeringat banyak dan tidak kuat menghisap susu. Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan terganggu dan sering menderita batuk disertai demam.

5. Klasifikasi

Klasifikasi VSD berdasarkan pada lokasi lubang, yaitu:
a.        perimembranous (tipe paling sering, 60%) bila lubang terletak di daerah pars membranaceae septum interventricularis,
b.        subarterial doubly commited, bial lubang terletak di daerah septum infundibuler dan sebagian dari batas defek dibentuk oleh terusan jaringan ikat katup aorta dan katup pulmonal,
c.        muskuler, bial lubang terletak di daerah septum muskularis interventrikularis.

6. Gambaran klinis

Menurut ukurannya VSD dapat dibagi menjadi:
a. VSD kecil
Ø   Biasanya asimptomatik
Ø   Defek kecil 1-5 mm
Ø   Tidak ada gangguan tumbuh kembang
Ø   Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang menjalar ke seluruh tubuh pericardium dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi penutupan VSD
Ø   EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas ventrikel kiri
Ø   Radiology: ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit meningkat
Ø   Menutup secara spontan pada umur 3 tahun
Ø   Tidak diperlukan kateterisasi
b. VSD sedang
Ø   Sering terjadi symptom pada bayi
Ø   Sesak napas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan waktu lebih lama untuk makan dan minum, sering tidak mampu menghabiskan makanan dan minumannya
Ø   Defek 5- 10 mm
Ø   BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
Ø   Mudah menderita infeksi biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh tetapi umumnya responsive terhadap pengobatan
Ø   Takipneu
Ø   Retraksi bentuk dada normal
Ø   EKG: terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi kiri lebih meningkat. Radiology: terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pemebsaran pembuluh darah di hilus.
c. VSD besar
Ø   Sering timbul gejala pada masa neonatus
Ø   Dispneu meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam minggu pertama setelah lahir
Ø   Pada minggu ke2 atau 3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal jantung biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului infeksi saluran nafas bagian bawah
Ø   Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan
Ø   Gangguan tumbuh kembang
Ø   EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
Ø   Radiology: pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang tampak menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan vaskularisasi paru perifer

7. Pemeriksaan fisik

§  VSD kecil
- Palpasi:
Impuls ventrikel kiri jelas pada apeks kordis. Biasanya teraba
getaran bising pada SIC III dan IV kiri.
- Auskultasi:
Bunyi jantung biasanya normal dan untuk defek sedang bunyi
jantung II agak keras. Intensitas bising derajat III s/d VI.

§  VSD besar
- Inspeksi:
Pertumbuhan badan jelas terhambat,pucat dan banyak kringat
bercucuran. Ujung-ujung jadi hiperemik. Gejala yang menonjol
ialah nafas pendek dan retraksi pada jugulum, sela intercostal
dan regio epigastrium.
- Palpasi:
Impuls jantung hiperdinamik kuat. Teraba getaran bising pada
dinding dada.
- Auskultasi:
Bunyi jantung pertama mengeras terutama pada apeks dan
sering diikuti ‘click’ sebagai akibat terbukanya katup pulmonal
dengan kekuatan pada pangkal arteria pulmonalis yang
melebar. Bunyi jantung kedua mengeras terutama pada sela iga
II kiri.



8. Pemeriksaan penunjang dan diagnostik

Ø   Kateterisasi jantung menunjukkan adanya hubungan abnormal antar ventrikel
Ø   EKG dan foto toraks menunjukkan hipertropi ventrikel kiri
Ø   Hitung darah lengkap adalah uji prabedah rutin
Ø   Uji masa protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ) yang dilakukan sebelum pembedahan dapat mengungkapkan kecenderungan perdarahan

9. Komplikasi

a.              Gagal jantung kronik
b.             Endokarditis infektif
c.              Terjadinya insufisiensi aorta atau stenosis pulmonar
d.             Penyakit vaskular paru progresif
e.              kerusakan sistem konduksi ventrikel

10. Penatalaksanaan

Ø   Pada VSD kecil: ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan. Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
Ø   Pada VSD sedang: jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12 kg.
Ø   Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfusi eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
Ø   Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal permanen:operasi paliatif atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan ke ventrikel kiri melalui defek.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a.             Riwayat keperawatan : respon fisiologis terhadap defek (sianosis, aktifitas terbatas)
b.            Kaji adanya komplikasi
c.             Riwayat kehamilan
d.            Riwayat perkawinan
e.             Pemeriksaan umum : keadaan umum, berat badan, tanda – tanda vital, jantung dan paru
f.             Kaji aktivitas anak
g.            Kaji adanya tanda-tanda gagal jantung : nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (mur-mur), edema tungkai, hepatomegali.
h.            Kaji adanya tanda hypoxia kronis : clubbing finger
i.              Kaji pola makan, pertambahan berat badan.

2. Diagnosa Keperawatan

 Pre op
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
 2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
4. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya
5. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
6.  Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi.


Post op
1. Gangguan rasa nyamam nyeri berhubungan dengan luka post op
2. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan

3. Rencana Keperawatan

Pre opNO      Diagnosa keperawatan     Tujuan dan kriteria  hasil     Intervensi keperawatan     rasional
1          Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung
            Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan penurunan curah jantung tidak terjadi dengan kriteria hasil            1.      Observasi kualitas dan kekuatan denyut jantung , nadi perifer, warna dan kehangatan kulit
2.      Tegakkan derajat cyanosis (misal : warna membran mukosa derajat finger)
3.      Berikan obat – obat digitalis sesuai order
4.      Berikan obat – obat diuretik sesuai order


            1.       memberikan data untuk evaluasi intervensi dan memungkinkan deteksi dini terhadap adanya komplikasi.
2.       mengetahui perkembangan kondisi klien serta menentukan intervensi yang tepat.
3.       obat – obat digitalis memperkuat kontraktilitas otot jantung sehingga cardiak outpun meningkat / sekurang – kurangnya klien bisa beradaptasi dengan keadaannya.
4.       mengurangi timbunan cairan berlebih dalam tubuh sehingga kerja jantung akan lebih ringan.

2          Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat makan dan meningkatnya kebutuhan kalori.
            Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan kebutuhan nutrisi terpenuhi dengan kriteria hasil :
-       makanan habis 1 porsi.
-       Mencapai BB normal
-       Nafsu makan meningkat.      Hindarkan kegiatan perawatan yang tidak perlu pada klien
Libatkan keluarga dalam pelaksanaan aktifitas klien
Hindarkan kelelahan yang sangat saat makan dengan porsi kecil tapi sering
Pertahankan nutrisi dengan mencegah kekurangan kalium dan natrium, memberikan zat besi.
Sediakan diet yang seimbang, tinggi zat nutrisi untuk mencapai pertumbuhan yang adekuat.
Jangan batasi minum bila anak sering minta minum karena kehausan





            menghindari kelelahan pada klien
klien diharapkan lebih termotivasi untuk terus melakukan latihan aktifitas
jika kelelahan dapat diminimalkan maka masukan akan lebih mudah diterima dan nutrisi dapat terpenuhi
peningkatan kebutuhan metabolisme harus dipertahan dengan nutrisi yang cukup baik.
Mengimbangi kebutuhan metabolisme yang meningkat.
anak yang mendapat terapi diuretik akan kehilangan cairan cukup banyak sehingga secara fisiologis akan merasa sangat haus.




3          Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara pemakaian oksigen oleh tubuh dan suplai oksigen ke sel.
            Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pasien dapat melakukan aktivitas secara mandiri dengan kriteria hasil :
-       pasien mampu melakukan aktivitas mandiri.
            Anjurkan klien untuk melakukan permainan dan aktivitas yang ringan.
Bantu klien untuk memilih aktifitas sesuai usia, kondisi dan kemampuan.
Berikan periode istirahat setelah melakukan aktifitas


            melatih klien agar dapat beradaptasi dan mentoleransi terhadap aktifitasnya.
melatih klien agar dapat toleranan terhadap aktifitas.
mencegah kelelahan berkepanjangan


4          Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakit.  Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan cemas berkurang dengan kriteria hasil :
-       Pasien tidak bertanya-tanya.
-       Cemas berkurang. Pasien tidak tampak bingung.           Orientasikan klien dengan lingkungan
Ajak keluarga untuk mengurangi cemas klien jika kondisi sudah stabil
Jelaskan keadaan yang fisiologis pada klien post op  Menyesuaikan klien dengan lingkungan sekitar.
Peran keluarga dalam mengatasi cemas pasien sangat penting.
Untuk mempersiapkan klien lebih awal dalam mengenal situasinya.
5          Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.          Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan pertumbuhan dan perkembangan tidak terganggu dengan kriteria hasil :
-       BB dan TB mencapai ideal    Monitor tinggi dan berat badan setiap hari dengan timbangan yang sama dan waktu yang sama dan didokumentasikan dalam bentuk grafik.
Ijinkan anak untuk sering beristirahat dan hindarkan gangguan pasa saat tidur.  mengetahui perubahan berat badan
tidur dapat mempercepat pertumbuhan dan perkembangan anak.

6          Resiko gangguan pertukaran gas berhubungan dengan tidak adekuatnya ventilasi
            Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan gangguan pertukaran gas tidak terjadi dengan kriteria hasil :
-       Pertukaran gas tidak terganggu.
-       Pasien tidak sesak.      Berikan respirasi support ( 24 jam post op )
Analisa gas darah
Batasi cairan



            Untuk meminimalkan resiko kekurangan oksigen.
Untuk mengetahui adanya hipoksemia dan hiperkapnia.
Untuk meringankan kerja jantung.



 Post opNO    Diagnosa keperawatan     Tujuan dan kriteria  hasil     Intervensi keperawatan     rasional
1









            Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka post op
            Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan nyeri berkurang dengan kriteria hasil :
-       nyeri dengan skala 0-3
-       pasien tidak tampak meringis.
            Periksa sternotomi
Catat lokasi dan lamanya nyeri
Bedakan nyeri insisi dan angina
Kolaborasi dengan dokter dengan memberikan obat – obat analgetik    1.      Untuk mempermudah status nyeri.
2.      Untuk menilai status nyeri.
3.      Untuk menentukan intervensi yang tepat.
4.      Untuk mengatasi nyeri yang tidak tertangani.
2          Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan            Setelah diberikan asuhan keperawatan diharapkan infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil :
-       Tanda-tanda infeksi berkurang
            1.         Dorong teknik mencuci tangan dengan baik
2.         Kaji kondisi luka pasien
3.         Berikan antibiotik sesuai dengan indikasi
            1.      Mencegah infeksi nosokomial saat perawatan.
2.      Mengetahui apakah terjadinya tanda-tanda infeksi
3.      Pemberian antibiotik dapat mecegah terjadinya infeksi.




4.      Evaluasi

 Pre op :
 a.        Curah jantung berada dalam kondisi normal
 b.        Kebutuhan nutrisi terpenuhi
 c.        Intoleransi aktifitas bisa diatasi
 d.       Ansietas bisa diatasi dan pasien bisa releks kembali
 e.        Pertumbuhan dan perkembangan tidak terganggu
 f.         Tidak terjadi ketidak efektifan pertukaran gas

 Post op:
 a.                     Tidak ada nyeri
 b.                     Tidak terjadi resiko infeksi


 DAFTAR PUSTAKA

 Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia.2006.Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta:FKUI
Cecily L. Bets, Linda A. Sowden, Buku Saku Keperawatan Pediatri, Edisi 3, Jakarta : EGC, 2002.
Junadi dkk, Kapita SElekta kedokteran, Ed2, Media Aesculapius, FKUI, 1982
Atrial Septal Defect (ASD)

Atrial Septal Defect (ASD) adalah terdapatnya hubungan antara atrium kanan dengan atrium kiri yang tidak ditutup oleh katup ( Markum. 1991)
ASD adalah defek pada sekat yang memisahkan atrium kiri dan kanan. (Sudigdo Sastroasmoro, Kardiologi Anak. 1994)

Kelainan ini dibedakan dalam 3 bentuk anatomis, yaitu
Defek Sinus Venosus Defek ini terletak di bagian superior dan posterior sekat, sangat dekat dengan vena kava superior. Juga dekat dengan salah satu muara vena pulmonalis.
Defek Sekat Sekundum  Defek ini terletak di tengah sekat atrium. Defek ini juga terletak pada foramen ovale.
Defek Sekat Primum  Defek ini terletak dibagian bawah sekat primum, dibagian bawah hanya di batasi oleh sekat ventrikel, dan terjadi karena gagal pertumbuhan sekat primum. Defek sekat primum dikenal dengan ASD I,  Defek sinus Venosus dan defek sekat sekundum dikenal dengan ASD II
Anatomi Dan Fisiologi
Aliran pirau kiri ke kanan melewati defect septum atrium mengakibatkan kelebihan beban volume pada atrium kanan ventrikel kana dan sirkulasi pulmonal. Volume pirau dapat dihitung dari curah jantung dan jumlah peningkatan saturasi O2 pada atrium kanan pada stadium awal tekanan dalam sisi kanan jantung tidak meningkatkan dengan berlalunya waktu dapat terjadi perubahan vascular pulmonal. Arah aliran yang melewati pirau dapat terjadi pada hipertensi pulmonal berat.
Etiologi Atrial Septal Defect (ASD)
Penyakit dari penyakit jantung kongentinal ASD ini belum dapat dipastikan banyak kasus mungkin terjadi akibat aksi trotogen yang tidak diketahui dalam trisemester pertama kehamilan saat terjadi perkembangan jantung janin. Sebagian besar cacat jantung konggentinal tidak diwariskan kita kenal dalam embriologi jantung bahwa cidera atau zat yang menimbulkan cacat melakukan kerusakan dalam waktu 5-8 minggu. Pertama kehidupan status, saat struktur kardiovaskuler terbentuk kecuali duktus arteriosis paten yaitu saluran normal untuk status yang harus menututp dalam beberapa hari pertama.
Patofisiologi Atrial Septal Defect (ASD)
Darah artenal dari atrium kiri dapat masuk ke atrium kanan melalui defek sekat ini. Aliran ini tidak deras karena perbedaan tekanan pada atrium kiri dan kanan tidak begitu besar (tekanan pada atrium kiri 6 mmHg sedang pada atrium kanan 5 mmHg)
Adanya aliran darah menyebabkan penambahan beben pada ventrikel kanan, arteri pulmonalis, kapiler paru-paru dan atrium kiri. Bila shunt besar, maka volume darah yang melalui arteri pulmonalis dapat 3-5 kali dari darah yang melalui aorta.
Dengan bertambahnya volume aliran darah pada ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka tekanan pada alat–alat tersebut naik., dengan adanya kenaikan tekanan, maka tahanan katup arteri pulmonalis naik, sehingga adanya perbedaan tekanan sekitar 15 -25 mmHg. Akibat adanya perbedaan tekanan ini, timbul suatu bising sistolik ( jadi bising sistolik pada ASD merupakan bising dari stenosis relative katup pulmonal ).
Juga pad valvula trikuspidalis ada perbedaan tekanan, sehingga disini juga terjadistenosis relative katup trikuspidalis sehingga terdengar bising diastolic.
Karena adanya penambahan beban yang terus menerus pada arteri pulmonalis, maka lama kelamaan akan terjadi kenaikan tahanan pada arteri pulmunalis dan akibatnya akan terjadi kenaikan tekanan ventrikel kanan yang permanen. Tapi kejadian ini pada ASD terjadinya sangat lambat ASD I sebagian sama dengan ASD II. Hanya bila ada defek pada katup mitral atau katup trikuspidal, sehingga darah dari ventrikel kiri atau ventrikel kanan mengalir kembali ke atrium kiri dan atrium kanan pada waktu systole. Keadaan ini tidak pernah terjadi pada ASD II.
Prognosis Atrial Septal Defect (ASD)
Biasanya ASD dapat ditoleransi dengan baik pada bayi maupun pada anak. Hanya kadang – kadang pada ASD dengan shunt yang besar menimbulkan gejala – gejala gagal jantung, dan pada keadaan ini perlu dibantu dengan digitalis. Kalau dengan digitalis tidak berhasil perlu dioperasi, untuk ASD dengan shunt yang besar, operasi segera dipikirkan, guna mencegah terjadinya hipertensi pulmonal. Hipertensi pulmonal pada ASD jarang sekali terjadi pada anak. Umur harapan penderita ASD sangat tergantung pada besarnya shunt. Bila shunt kecil dan tekanan darah pada ventrikel kanan normal operasi tedak perlu dilakukan. Pada defek sekat atrium primum lebih sering terjadi gagal jantung dari pada ASD II. Gagal jantung biasanya terjadi pada umum kurang dari 5 tahun. Endokarditis Infektif Sub akut lebih sering terjadi pada ASD I, sedang terjadinya hipertensi pulmonal hampir sama dengan ASD II.
Manifestasi Klinis Atrial Septal Defect (ASD)
Adanya Dispnea
Kecenderungan infeksi pada jalan nafas
Palpitasi
Kardiomegali
atrium dan ventrikel kanan membesar
Diastolik meningkat
Sistolik Rendah
Pemeriksaan Penunjang Atrial Septal Defect (ASD)
Foto Ronsen Dada  Pada defek kecil gambaran foto dada masih dalam batas normal. Bila defek bermakna mungkin tampak kardiomegali akibat pembesaran jantung kanan. Pembesaran ventrikel ini lebih nyata terlihat pada foto lateral.
Elektrokardiografi  Pada ASD I, gambaran EKG sangat karakterstik dan patognomis, yaitu sumbu jantung frontal selalu kekiri. Sedangkan pada ASD II jarang sekali dengan sumbu Frontal kekiri.
Katerisasi Jantung  Katerisasi jantung dilakukan defek intra pad ekodiograf tidak jelas terlihat atau bila terdapat hipertensi pulmonal pada katerisasi jantung terdapat peningkatan saturasi O2 di atrium kanan dengan peningkatan ringan tekanan ventrikel kanan dan kiri bil terjadi penyakit vaskuler paru tekanan arteri pulmonalis, sangat meningkat sehingga perlu dilakukan tes dengan pemberian O2 100% untuk menilai resensibilitas vasakuler paru pada Syndrome ersen menger saturasi O2 di atrium kiri menurun.
Eko kardiogram  Ekokardiogram memperlihatkan dilatasi ventrikel kanan dan septum interventrikular yang bergerak paradoks. Ekokardiogrfi dua dimensi dapat memperlihatkan lokasi dan besarnya defect interatrial pandangan subsifoid yang paling terpercaya prolaps katup netral dan regurgitasi sering tampak pada defect septum atrium yang besar.
Radiologi  Tanda – tanda penting pad foto radiologi thoraks ialah:
Corak pembuluh darah bertambah
Ventrikel kanan dan atrium kanan membesar
Batang arteri pulmonalis membesar sehingga pada hilus tampak denyutan ( pada fluoroskopi) dan disebut sebagai hilam dance.
Komplikasi Atrial Septal Defect (ASD)
Hipertensi Pulmonal
Gagal Jantung
Penatalaksanaan Atrial Septal Defect (ASD)
Operasi harus segera dilakukan bila:
Jantung sangat membesar
Dyspnoe d’effort yang berat atau sering ada serangan bronchitis.
Kenaikan tekanan pada arteri pulmonalis.
Bila pada anak masih dapat dikelola dengan digitalis, biasanya operasi ditunggu sampai anak mencapai umur sekitar 3 tahun.
Opersi pada ASD I tanpa masalah katup mitral atau trikuspidal mortalitasnya rendah, operasi dilakukan pada masa bayi.
ASD I disertai celah katup mitral dan trikuspidal operasi paling baik dilakukan umur antara 3-4 tahun.
Apabila ditemukan tanda – tanda hipertensi pulmonal, operasi dapat dilakukan pada masa bayi untuk mencgah terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
Terapi dengan digoksin, furosemid dengan atau tanpa sipironolakton dengan pemantauan elektrolit berkala masih merupakan terapi standar gagal jantung pada bayi dan anak.
Asuhan Keperawatan Pasien Dengan Atrial Septal Defect (ASD)
Pengkajian

Lakukan pengkajian fisik dengan penekanan khusus pada warna, nadi (apical dan perifer). Pernapasan, tekanan darah, serta pemeriksaan dan auskultasi dada.
Dapatkan riwayat kesehatan termasuk bukti penambahan berat badan yang buruk, makan buruk, intoleransi aktivitas, postur tubuh tidak umum, atau infeksi saluran pernapasan yang sering.
Observasi anak terhadap manifestasi penyakit jantung congenital.

          Bayi:

Ø        Sianosis umum, khususnya membrane mukosa, bibir dan lidah, konjungtiva, area vaskularisasi tinggi.
Ø        Dispnea, khususnya setelah kerja pfisik seperti makan, menangis, mengejan.
Ø        Keletihan
Ø        Pertumbuhan dan perkembangan buruk (gagal tumbuh)
Ø        Serimg mengalami infeksi saluran pernafasan
Ø        Kesulitan makan
Ø        Hipotania
Ø        Keringat berlebihan
Ø        Serangan sinkop seperti Hiperpnea Paroksismal. Serangan anoksia.
Anak yang lebih besar :


Ø        Kerusakan pertumbuhan
Ø        Pembangunan tubuh lemah , sulit
Ø        Keletihan
Ø        Dispnea pad aktivitas
Ø        Ortopnea
Ø        Jari tubuh
Ø        Berjongkok untuk menghilangkan diispnea.
Ø        Sakit kepala
Ø        Epistaksis
Ø        Keletihan kaki.


Diagnosa Keperawatan
Risiko tinggi penurunan curah jantung
Perubahan pertumbuhan dan perkembangan
Perubahan proses keluarga
Risiko tinggi cidera (komplikasi)
OMFALOKEL
Emirza Nur Wicaksono April 26, 2013
[39] comments
A. Pengertian
Omfalokel adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan tidak dilapisi oleh kulit. Omfalokel terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum yang tipis dan transparan (tembus pandang).
Omfalokel (eksomfotos) merupakan suatu cacat umbilicus, tempat usus besar dan organ abdomen lain dapat menonjol keluar. Ia bisa disertai dengan kelainan kromosom, yang harus disingkirkan. Cacat dapat bervariasi dan diameter beberapa centimeter sampai keterlibatan dinding abdomen yang luas. Organ yang menonjol keluar ditutupi oleh lapisan tipis peritoneum yang mudah terinfeksi. Rongga abdomen sendiri sangat kecil, sehingga perbaikan bedah bisa sangat sulit atau tidak mungkin, kecuali bila dinding abdomen yang tersisa cukup dapat direntang untuk memungkinkan penempatan kembali isi abdomen. Penggantinya, cacat ini dapat ditutupi dengan bahan sintetis seperti silastic, yang dapat digulung ke atas, sehingga usus dapat didorong masuk secara bertahap ke dalam rongga abdomen dalam masa beberapa minggu.
B. Etiologi
Penyebab pasti terjadinya omphalokel belum jelas sampai sekarang.. ada 25-40% bayi yang menderita omfalokel, disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung. ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1)  Kegagalan kembalinya usus ke dalam abdomen dalam 10-12 minggu yaitu kegagalan lipatan mesodermal bagian lateral untuk berpindah ke bagian tengah dan menetapnya the body stalk selama gestasi 12 minggu.
2)  Faktor resiko tinggi yang berhubungan dengan omphalokel adalah resiko tinggi kehamilan seperti :
o   Infeksi dan penyakit pada ibu
o   Penggunaan obat-obatan berbahaya, merokok,
o   Kelainan genetic
o   Defesiensi asam folat
o   Hipoksia
o   Salisil dapat menyebabkan defek pada dinding abdomen.
o   Asupan gizi yang tak seimbang
3)  Kegagalan migrasi usus tengah (midgut) dalam perkembangan embrionik.
           Omfalokel dapat terjadi apabila kedua lipatan ektomesoderm lateral gagal bertemu di garis tengah abdomen antara minggu ketiga sampai keempat. Akibatnya, isi abdomen ditutupi hanya oleh kantong tipis berlapis dua yang terdiri dari amnion dan peritoneum, dan tali pusat berinsersi ke apeks kantung tersebut.
Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi, penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia, penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion. ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1.      Faktor kehamilan dengan resiko tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur, diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2.      Defisiensi asam folat, hipoksia dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada percobaan dengan tikus tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel, layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3.      Polihidramnion, dapat diduga adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan USG.
C. Patofisiologi
Omfalokel disebabkan oleh kegagalan alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu sehingga menyebabkan timbulnya omfalokel. Kelainan ini dapat terlihat dengan adanya prostrusi (sembilan) dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen melalui defek dinding abdomen pada umbilicus (umbilicus terlihat menonjol keluar).
Angka kematian tinggi bila omfalokel besar karena kantong dapat pecah dan terjadi infeksi.
Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia diafragmatika dan kelainan jantung.
Pada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel.
patofisiologi dari omphalokel adalah :
-  Selama perkembangan embrio, ada suatu kelemahan yang terjadi dalam dinding abdomen semasa embrio yang mana menyebabkan herniasi pada isi usus pada salah satu samping umbilicus (yang biasanya pada samping kanan). Ini menyebabkan organ visera abdomen keluar dari kapasitas abdomen dan tidak tertutup oleh kantong.
-  Terjadi malrotasi dan menurunnya kapasitas abdomen yang dianggap sebagai anomaly.
-  Gastroskisis terbentuk akibat kegagalan fusi somite dalam pembentukan dinding abdomen sehingga dinding abdomen sebagian tetap terbuka.
-  Letak defek umumnya disebelah kanan umbilicus yang terbentuk normal.
-  Usus sebagian besar berkembang di luar rongga abdomen janin. Akibatnya, usus menjadi tebal dan kaku karena pengendapan dan iritasi cairan amnion dalam kehidupan intrauterine. Usus juga tampak pendek. Rongga abdomen janin sempit.
-  Usus-usus, visera dan seluruh permukaan rongga abdomen berhubungan dengan dunia luar menyebabkan penguapan dan pancaran panas dari tubuh cepat berlangsung, sehingga terjadi dehidrasi dan hipotermi, kontaminasi usus dengan kuman juga dapat terjadi dan menyebabkan sepsis, aerologi menyebabkan usus-usus distensi sehingga mempersulit koreksi pemasukan ke rongga abdomen pada waktu pembedahan.
-  Embriogenesis. Pada janin usia 5 – 6 minggu isi abdomen terletak di luar embrio di rongga selom. Pada usia 10 minggu terjadi pengembangan lumen abdomen sehingga usus dari extra peritoneum akan masuk ke rongga perut. Bila proses ini terhambat maka akan terjadi kantong di pangkal umbilikus yang berisi usus, lambung kadang hati. Dindingnya tipis terdiri dari lapisan peritoneum dan lapisan amnion yang keduanya bening sehingga isi kantong tengah tampak dari luar, keadaan ini disebut omfalokel. Bila usus keluar dari titik terlemah di kanan umbilikus, usus akan berada di luar rongga perut tanpa dibungkus peritoneum dan amnion, keadaan ini disebut gastroschisis.
D. Diagnosis
Omfalokel yaitu hernia umbilikalis inkomplet terdapat waktu lahir ditutup oleh peritonium, selai Warton dan selaput amnion. Hernia umbilikalis biasanya tanpa gejala, jarang yang mengeluh nyeri. Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang menonjol, tetapi jika lubangnya besar, hati juga bisa menonjol melalui lubang tersebut. Diagnosis ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan fisik, dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum atau tampak kantong yang berisi usus dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang baru lahir.
pemeriksaan diagnostik dari omphalokel adalah :
 1. Pemeriksaan Fisik
 Pada omfalokel tampak kantong yang berisi usus dengan atau tanpa hati di garis tengah pada bayi yang baru lahir.
 Pada gastro schisis usus berada di luar rongga perut tanpa adanya kantong.
 2. Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan Maternal Serum Alfa Fetoprotein (MSAFP). Diagnosis prenatal defek pada dinding abdomen dapat dideteksi dengan peningkatan MSAFP. MSAFP dapat juga meninggi pada spinabifida yang disertai dengan peningkatan asetilkolinesterase dan pseudokolinesterase.
 3. Prenatal, ultrasound
 Menunjukkan adanya defek ompalokel
 4. Pemeriksaan radiology
 Fetal sonography dapat menggambarkan kelainan genetik dengan memperlihatkan marker structural dari kelainan kariotipik. Echocardiography fetus membantu mengidentifikasi kelainan jantung. Untuk mendukung diagnosis kelainan genetik diperjelas dengan amniosentesis
 Pada omphalocele tampak kantong yang terisi usus dengan atau tanpa hepar di garis tengah pada bayi yang baru lahir
E. Penatalaksanaan Omfalokel
Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera dilakukan pembedahan untuk menutup omfalokel.
 Sebelum dilakukan operasi, bila kantong belum pecah, harus diberi merkurokrom dan diharapkan akan terjadi penebalan selaput yang menutupi kantong tersebut sehingga operasi dapat ditunda sampai beberapa bulan. Sebaiknya operasi dilakukan segera sesudah lahir, tetapi harus diingat bahwa dengan memasukkan semua isi usus dan otot visera sekaligus ke rongga abdomen akan menimbulkan tekanan yang mendadak pada paru sehingga timbul gejala gangguan pernapasan. Tindakan yang dapat dilakukan ialah dengan melindungi kantong omfalokel dengan cairan anti septik misalnya betadin dan menutupnya dengan kain dakron agar tidak tercemar. Setelah itu segera melaksanakan persiapan untuk merujuk ke Rumah Sakit untuk segera dilakukan pembedahan menutup omfalokel agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut.
1.      Pengobatan
Omfalokel (eksomfalokel) adalah suatu hernia pada pusat, sehingga isi perut keluar dan dibungkus suatu kantong peritoneum. Penanganannya adalah secara operatif dengan menutup lubang pada pusat. Kalau keadaan umum bayi tidak mengizinkan, isi perut yang keluar dibungkus steril dulu setelah itu baru dioperasi.
Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera dilakukan pembedahan untuk menutup omfalokel. Sebelum dilakukan operasi, bila kantong belum pecah, harus diberi merkurokrom dan diharapkan akan terjadi penebalan selaput yang menutupi kantong tersebut sehingga operasi dapat ditunda sampai beberapa bulan. Sebaiknya operasi dilakukan segera sesudah lahir, tetapi harus diingat bahwa dengan memasukkan semua isi usus dan otot visera sekaligus ke rongga abdomen akan menimbulkan tekanan yang mendadak pada paru sehingga timbul gejala gangguan pernapasan.
2.      Penatalaksanaan prenatal pada ompalokel
Apabila terdiagnosa omphalokel pada masa prenatal maka sebaiknya dilakukan informed consent pada orang tua tentang keadaan janin, resiko terhadap ibu, dan prognosis. Informed consent sebaiknya melibatkan ahli kandungan, ahli anak dan ahli bedah anak. Keputusan akhir dibutuhkan guna perencanaan dan penatalaksanaan berikutnya berupa melanjutkan kehamilan atau mengakhiri kehamilan. Bila melanjutkan kehamilan sebaiknya dilakukan observasi melalui pemeriksaan USG berkala juga ditentukan tempat dan cara melahirkan. Selama kehamilan omphalokel mungkin berkurang ukurannya atau bahkan ruptur sehingga mempengaruhi pronosis.
Oak Sanjai (2002) meyebutkan bahwa komplikasi dari partus pervaginam pada bayi dengan defek dinding abdomen kongenital dapat berupa distokia dengan kesulitan persalinan dan kerusakan organ abdomen janin termasuk liver. Walaupun demikian, sampai saat ini persalinan melalui sectio caesar belum ditentukan sebagai metode terpilih pada janin dengan defek dinding abdomen. Ascraft (1993) menyatakan bahwa beberapa ahli menganjurkan pengakhiran kehamilan jika terdiagnosa omphalokel yang besar atau janin memiliki kelainan konggenital multipel.
3.      Penatalaksanan postnatal (setelah kelahiran)
Penatalaksannan postnatal meliputi penatalaksanaan segera setelah lahir (immediate postnatal), kelanjutan penatalakasanaan awal apakah berupa operasi atau nonoperasi (konservatif) dan penatalaksanaan postoperasi. Secara umum penatalaksanaan bayi dengan omphalokele dan gastroskisis adalah hampir sama. Bayi sebaiknya dilahirkan atau segera dirujuk ke suatu pusat yang memiliki fasilitas perawatan intensif neonatus dan bedah anak. Bayi-bayi dengan omphalokel biasanya mengalami lebih sedikit kehilangan panas tubuh sehingga lebih sedikit membutuhkan resusitasi awal cairan dibanding bayi dengan gastroskisis.
Konservatif
Dilakukan bila penutupan secara primer tidak memungkinkan, misalnya pada omfalokel dengan diameter > 5 cm. Perawatan dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a.       Bayi dijaga agar tetap hangat
b.      Kantong ditutup kasa steril dan ditetesi NaCl 0,9%
c.       Posisi penderita miring
d.      NGT diisap tiap 30 menit
4.      Penatalaksanaan nonnoperasi (konservatif)
Penatalaksanaan omfalokel secara konservatif dilakukan pada kasus omfalokel besar atau terdapat perbedaan yang besar antara volume organ-organ intraabdomen yang mengalami herniasi atau eviserasi dengan rongga abdomen seperti pada giant omphalocele atau terdapat status klinis bayi yang buruk sehingga ada kontra indikasi terhadap operasi atau pembiusan seperti pada bayi-bayi prematur yang memiliki hyaline embran disease atau bayi yang memiliki kelainan kongenital berat yang lain seperti gagal jantung. Pada giant omphalocele bisa terjadi herniasi dari seluruh organ-organ intraabdomen dan dinding abdomen berkembang sangat buruk, sehingga sulit dilakukan penutupan (operasi/repair) secara primer dan dapat membahayakan bayi. Beberapa ahli, walaupun demikian, pernah mencoba melakukan operasi pada giant omphalocele secara primer dengan modifikasi dan berhasil. Tindakan nonoperatif secara sederhana dilakukan dengan dasar merangsang epitelisasi dari kantong atau selaput. Suatu saat setelah granulasi terbentuk maka dapat dilakukan skin graft yang nantinya akan terbentuk hernia ventralis yang akan direpair pada waktu kemudian dan setelah status  kardiorespirasi membaik.
Beberapa obat yang biasa digunakan untuk merangsang epitelisasi adalah 0,25 % merbromin (mercurochrome), 0,25% silver nitrat, silver sulvadiazine dan povidone iodine (betadine). Obat-obat tersebut merupakan agen antiseptik yang pada awalnya memacu pembentukan eskar bakteriostatik dan perlahan-lahan akan merangsang epitelisasi. Obat tersebut berupa krim dan dioleskan pada permukaan selaput atau kantong  dengan elastik dressing yang sekaligus secara perlahan dapat menekan dan menguragi isi kantong.
5.      Indikasi terapi non bedah adalah:
Bayi dengan ompalokel raksasa (giant omphalocele) dan kelainan penyerta yang mengancam jiwa dimana penanganannya harus didahulukan daripada omfalokelnya. Neonatus dengan kelainan yang menimbulkan komplikasi bila dilakukan pembedahan. Bayi dengan kelainan lain yang berat yang sangat mempengaruhi daya tahan hidup.
Prinsip kerugian dari metode ini adalah kenyataan bahwa organ visera yang mengalami kelainan tidak dapat diperiksa, sebab itu bahaya yang terjadi akibat kelainan yang tidak terdeteksi dapat menyebabkan komplikasi misalnya obstruksi usus yang juga bisa terjadi akibat adhesi antara usus halus dan kantong.
Jika  infeksi dan ruptur kantong dapat dicegah, kulit dari dinding anterior abdomen secara lambat akan tumbuh menutupi kantong, dengan demikian akan terbentuk hernia ventralis, karena sikatrik yang terbentuk biasanya tidak sebesar bila dilakukan operasi. Metode ini terdiri dari pemberian lotion antiseptik secara berulang pada kantong, yang mana setelah beberapa hari akan terbentuk skar. Setelah sekitar 3 minggu, akan terjadi pembentukan jaringan granulasi yang secara bertahap karena terjadi epitelialisasi dari tepi kantong. Penggunaan antiseptik merkuri sebaiknya dihindari karena  bisa menghasilkan  blood and tissue levels of mercury well above minimum toxic levels. Alternatif lain yang aman adalah alkohol 65% atau 70% atau gentian violet cair 1%. Setelah keropeng tebal terbentuk,bubuk antiseptik dapat digunakan. Hernia ventralis memerlukan tindakan kemudian tetapi kadang-kadang menghilang secara komplet.
6.      Penatalaksanaan dengan operasi
Tujuan mengembalikan organ visera abdomen ke dalam rongga abdomen dan menutup defek. Dengan adanya kantong yang intak, tak diperlukan operasi emergensi, sehingga seluruh pemeriksaan fisik dan pelacakan kelainan lain yang mungkin ada dapat dikerjakan. Keberhasilan penutupan primer tergantung pada ukuran defek serta kelainan lain yang mungkin ada (misalnya kelainan paru).
Tujuan operasi atau pembedahan ialah memperoleh lama ketahanan hidup yang optimal dan menutup defek dengan cara mengurangi herniasi organ-organ intra abomen, aproksimasi dari kulit dan fascia serta dengan lama tinggal di RS yang pendek. Operasi dilakukan setelah tercapai resusitasi dan status hemodinamik stabil. Operasi dapat bersifat darurat bila terdapat ruptur kantong dan obstruksi usus.
Operasi dapat dilakukan dengan 2 metode yaitu primary closure (penutupan secara primer atau langsung) dan staged closure (penutupan secara bertahap).
F. Komplikasi
Komplikasi dini merupakan infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada permukaan yang telanjang. Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosi.
 komplikasi dari omphalokel adalah :
- Komplikasi dini adalah infeksi pada kantong yang mudah terjadi pada permukaan yang telanjang.
- Kekurangan nutrisi dapat terjadi sehingga perlu balans cairan dan nutrisi yang adekuat misalnya dengan nutrisi parenteral.
- Dapat terjadi sepsis terutama jika nutrisi kurang dan pemasangan ventilator yang lama.
- Nekrosis
- Kelainan kongenital dinding perut ini mungkin disertai kelainan bawaan lain yang memperburuk prognosis.
http://emirzanurwicaksono.blog.unissula.ac.id/2013/04/26/omfalokel/

No comments:

Post a Comment